klik pasti untung

Minggu, 27 Desember 2015

Onani di Daerah TKI

MASTURBASI SEBAGAI CARA PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL BAGI SUAMI ISTRI YANG BERJAUHAN

BINTI LATIFAH - NIM. 04350053, (2011) MASTURBASI SEBAGAI CARA PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL BAGI SUAMI ISTRI YANG BERJAUHAN. Skripsi thesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Full text not available from this repository.

Abstract

ABSTRAK Seks sebagai energi psikis merupakan bagian dari motivasi atau dorongan bagi seseorang untuk berbuat atau bertingkah laku. Seks merupakan suatu kebutuhan yang juga menuntut adanya pemenuhan yang dalam hal penyalurannya manusia mengekspresikan dorongan seksual ke dalam bentuk perilaku seksual yang sangat bervariasi, yang antara lain adalah dengan cara masturbasi. Masturbasi berarti suatu pemenuhan kebutuhan seksual yang dilakukan seseorang dengan cara merangsang bagian sensitif dari organ kemaluannya untuk mencapai orgasme dan dilakukan tanpa lawan jenis (solo-seks). Suami atau istri yang ditinggalkan oleh pasangannya sebagai TKI/TKW ke luar negeri tentu mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan seksualnya. Oleh karena itu, mereka melakukan masturbasi sebagai solusi dalam memenuhi kebutuhan seksualnya. Penelitian ini bertujuan menggambarkan realitas praktek masturbasi bagi suami istri yang berjauhan (keluarga pelaku TKI/TKW) di Desa Bumirejo Puring Kebumen, yang kemudian akan ditinjau dari perspektif hukum Islam. Penelitian ini merupakan field research atau penelitian lapangan yaitu penelitian dengan data yang diperoleh dari kegiatan lapangan. Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah berupa studi lapangan. Studi lapangan yang meliputi obeservasi secara langsung dan wawancara terstruktur kepada responden dalam bentuk bentuk lisan kepada para pelaku keluarga (pasangan) suami/istri TKI/TKW yang melakukan masturbasi sebagai cara pemenuhan kebutuhan seksualnya. Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitik, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara obyektif permasalahan yang terjadi dan menganalisis praktek masturbasi bagi suami istri yang berjauhan di Desa Bumirejo Puring Kebumen. Dari gambaran tersebut, penyusun mencoba menjelaskan berbagai masalah yang dikemukakan dalam pokok masalah, yakni: Bagaimana realitas praktek masturbasi sebagai pemenuhan kebutuhan seksual bagi suami istri yang berjauhan di desa Bumirejo, Puring, Kebumen serta bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktek pemenuhan kebutuahan seksual tersebut. Pendekatan yang dilakukan dengan pendekatan normatif yaitu berlandaskan Al-Qur'an dan al-Hadis. Dari hasil penelitian, mereka melakukan masturbasi sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan seksualnya dengan alasan apabila dorongan seksual tidak segera dipenuhi maka akan berdampak pada sisi psikologis seperti; tidak bisa berpikir secara jernih, merasa ada beban yang menekan, serta tidak fokus pada pekerjaan. Masturbasi dilakukan sebagai upaya mengatasi dorongan seksual yang muncul selain dianggap sebagai sesuatu yang praktis dan ekonomis, juga karena diyakini lebih baik ketimbang melakukan zina. Dalam tinjauan hukum Islam, masturbasi yang dilakukan oleh suami/istri yang melakukan hubungan jarak jauh dalam waktu yang lama diperbolehkan karena dihadapkan oleh kondisi yang sama-sama dapat menimbulkan madarat. Akan tetapi karena kemadaratan yang akan muncul jika tidak melakukan masturbasi sangat relatif maka hukumnya menjadi makruh. div

Jumat, 25 Desember 2015

Kenalilah Tanda-tanda Baligh pada Anak

SEBAGAI orangtua memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak adalah suatu keharusan. Mengapa? Karena dengan begitu, orang tua akan mudah untuk membantu dan mengarahkan sang buah hati kepada arah yang semestinya (jalan terbaik sesuai syariat Islam).
Tumbuh kembang anak akan mempengaruhi tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi bagi anak yang sudah memasuki usia baligh. Ia akan cenderung berperilaku lebih dewasa, dan saat inilah ia akan mulai tertutup kepada Anda. Oleh sebab itu, kenalilah tanda-tanda baligh pada anak Anda. Apa sajakah itu?
1. Dengan sempurna berumur lima belas tahun untuk laki-laki dan perempuan.
2. Dengan keluar air sperma (dengan cara apa pun, umunya dengan bermimpi), juga untuk laki-laki dan perempuan, dengan syarat telah mencapai umur sembilan tahun dengan hitungan tanggal Qomariyyah (Hijriyyah).
3. Dengan mengeluarkan darah haid untuk perempuan dengan syarat telah berumur sembilan tahun dengan hitungan tanggal Qomariyyah (Hijriyyah).
Itulah tanda-tanda yang biasanya dilupakan oleh orang tua terhadap anaknya. Padahal, hal tersebut harus pula diperhatikan sebagai tolak ukur pertumbuhan sang anak. Memang pada poin kedua, biasanya cukup sulit bagi Anda untuk mengetahuinya, tapi Anda dapat melihat dari usia sang anak.
Mengetahui apakah anak sudah baligh atau tidak dapat membantu Anda untuk menyesuaikan diri dalam beradaptasi dengannya. Karena anak yang sudah baligh dengan yang belum baligh terdapat perbedaan dalam berperilaku. Maka, jangan sampai kita salah bertindak terhadap anak. Karena anak biasanya lebih sensitif terhadap orang tua yang tidak mengerti keadaannya.
Banyak anak yang salah sangka kepada kedua orangtua. Sehingga, tak sedikit anak yang lebih percaya kepada orang lain, terutama teman dekatnya daripada orangtua dalam mencurahkan isi hatinya. Maka, sebagai orangtua, Anda harus lebih selektif lagi, agar anak tidak segan atau pun sungkan untuk terbuka kepada Anda. [Sumber Tulisan: ISLAMPOS.com]

Bagaimana Hukum Nikah di Bawah Umur?

Masih ingat dengan kasus pernikahan Syekh Puji dengan wanita di bawah umur? Kasus tersebut sempat menjadi headline berita nasional beberapa tahun silam. Pertanyaannya adalah, apakah Islam membenarkan perkawinan di bawah umur? 

Perkawinan itu merupakan sesuatu yang agung dan mulia yang harus dipertanggung- jawabkan kepada Allah SWT. Orang yang melaksanakan pernikahan hendaklah terdiri atas orang-orang yang dapat mempertanggungjawabkan apa yang diperbuatnya itu terhadap istri atau suaminya, terhadap keluarganya, dan tentunya juga terhadap Allah SWT.

Syariat Islam mengajarkan bahwa salah satu syarat utama keabsahan suatu syariat adalah apabila yang bersangkutan telah akil baligh. Oleh karena itu, seorang pria yang belurn baligh belum dapat melaksanakan kabul secara sah dalam satu akad nikah. 

Perlu diketahui bahwa dalam pelaksanaan akad nikah, calon mempelai pria mesti mengatakan kabul (penerimaan nikah) secara sadar dan bertanggung jawab. 

Adapun calon mempelai istri di dalam pelaksanaan akad nikah tidak turut serta menyatakan sesuatu sebab ijab dilakukan oleh walinya. Oleh karena itu, perkawinan seorang pria yang sudah baligh dengan wanita yang belum baligh dapat dinilai sah. 

Menurut catatan tarikh, sebagaimana diterangkan di dalam hadits Bukhari, Siti Aisyah ketika menikah dengan Rasulullah saw. masih berusia enam tahun. "Dari A’isyah bahwa Nabi saw. kawin dengan dia ketika ia berumur 6 tahun dan dipertemukan dia dengan Nabi ketika A’isyah berumur 9 tahun dan ia tinggal di sisi Nabi selama 9 tahun. " (HR Bukhari).
Kembali kepada kedudukan nikah yang agung dan mulia itu juga berfungsi sebagai forum pendidikan dan pembinaan generasi yang akan datang, maka hendaknya suatu perkawinan itu dilaksanakan setelah kedua belah pihak betul-betul mempunyai kesiapan dan kemampuan untuk melaksanakan tugas sebagaimana suami dan istri yang baik bahkan siap untuk menjadi bapak dan ibu yang baik. 

Apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dengan Siti Aisyah merupakan suatu kejadian yang tentunya mempunyai hikmah yang dalam bagi kelangsungan syariat Islam, tidak semata-mata bertujuan an sich perkawinan seperti pada umumnya. Sumber: Buku 150 Masalah Nikah dan Keluarga by Drs. KH. Miftah Faridl.

Tags yang terkait dengan hukum nikah, rukun nikah, hukum nikah dalam islam, hukum nikah sirihukum nikah mut'ah dalam islam, hukum nikah kontrak, hukum nikah ketika hamil, hukum nikah di siam, hukum nikah gantung dalam islam, menikahi anak di bawah umur, perkawinan anak di bawah umur, uu perlindungan anak, menikah di bawah umur.

Hukum Menikahi Wanita yang Belum Baligh atau ‘di Bawah Umur’

Dalam pembahasan ini, yang dimaksud dengan ‘di bawah umur’ adalah usia menurut syara’ atau sebelum baligh bagi wanita, yakni saat pertama kali datang haidh, atau usia 9 tahun sebagaimana disebutkan sebagian ulama, untuk berhubungan badannya. Sedangkan untuk akad pernikahannya, dihitung sejak dilahirkan. Pembahasan ini juga hanya membahas persoalan hukum syara’ halal-haram, tidak membahas mengenai persoalan psikologis dan yang lainnya.
Dikutip dari kolom tanya jawab Ustadz Sigit Pranowo, Lc., dijelaskan mengenai hukum pernikahan antara seorang laki-laki Muslim  dengan seorang perempuan yang belum memasuki usia baligh, sebagai berikut:
Pernikahan Rasulullah dengan Aisyah binti Abu Bakar Ash Shiddiq Radhiyallahu ‘Anh.
Ibnu Qayyim Al Jauziyah menyebutkan tentang perkawinan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan Aisyah. Ia adalah seorang wanita yang disucikan dari langit ketujuh. Ia adalah kekasih Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang disodorkan oleh para malaikat dengan tertutupi secarik kain sutera sebelum beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikahinya, dan malaikat itu mengatakan,”Ini adalah isterimu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikahinya pada bulan Syawal yang pada saat itu Aisyah berusia 6 tahun dan mulai digaulinya pada bulan syawal setahun setelah hijrah pada usianya 9 tahun. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menikahi seorang perawan pun selain dirinya, tidak ada wahyu yang turun kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk menikahi seorang wanita pun kecuali Aisyah Radhiyallahu ‘Anh.” (Zaadul Ma’ad juz I hal 105 – 106
Beberapa dalil lainnya tentang pernikahan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan Aisyah telah dijelaskan dalam hadits-hadits shahih berikut :
  1. Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anh bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepadanya, ”Aku telah melihat kamu di dalam mimpi sebanyak dua kali. Aku melihat kamu tertutupi secarik kain sutera. Dan Malaikat itu mengatakan, ’Inilah isterimu, singkaplah.” Dan ternyata dia adalah kamu, maka aku katakan, ’Bahwa ini adalah ketetapan dari Allah.” (HR. Bukhari)
  2. Diceritakan oleh Ubaid bin Ismail, diceritakan oleh Abu Usamah dari Hisyam dari Ayahnya berkata, ”Khadijah Radhiyallahu ‘Anh telah meninggal dunia tiga tahun sebelum Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berhijrah ke Madinah. Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiam diri dua tahun atau seperti masa itu. Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikah dengan Aisyah Radhiyallahu ‘Anh pada usia 6 tahun. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menggaulinya pada saat Aisyah berusia 9 tahun” (HR. Bukhari)
  3. Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anh berkata, ”Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikahiku di bulan Syawal dan menggauliku juga di bulan Syawal. Maka siapakah dari isteri-isteri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang lebih menyenangkan di sisinya dari diriku?” Dia berkata, “Aisyah menyukai jika ia digauli pada bulan Syawal.” (HR. Muslim)
Disebutkan di dalam kitab Usudul Ghabah,
”Aisyah binti Abu Bakar Ash Shiddiq. Ia adalah Ash Shiddiqah binti Ash Shiddiq, ibu orang-orang beriman, isteri Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan yang paling terkenal dari semua istrinya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ibunya bernama Ummu Ruman putri dari ‘Amir bin Uwaimir bin Abdisy Syams bin ‘Attab bin Udzainah bin Suba’i bin Duhman bin Al Harits bin Ghonam bin Malik bin Kinanah al Kinanah. Rasulullah menikahinya pada saat 2 tahun sebelum hijrah dan dia masih anak-anak, Abu Ubaidah mengatakan : 3 tahun, ada yang mengatakan : 4 tahun ada yang mengatakan : 5 tahun. Umurnya saat dinikahi oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah 6 tahun, ada yang mengatakan 7 tahun. Dan mulai digauli oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada usia 9 tahun di Madinah…… Aisyah meninggal di usia 57 tahun, ada yang mengatakan 58 tahun di malam Selasa pada tanggal 17 malam di bulan Ramadhan dan dia meminta agar dimakamkan di Baqi’ pada waktu malam hari… Usianya tatkala Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggal baru 18 tahun.” (Usudul Ghabah juz III hal 383 – 385, Maktabah Syamilah)
Ibnu Ishaq mengatakan, ”Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikahi Aisyah setelah Saodah binti Zam’ah setelah tiga tahun meninggalnya Khadijah. Dan Aisyah pada saat itu berusia 6 tahun dan digauli oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada usia 9 tahun. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggal pada saat usia Aisyah 18 tahun.” (As Sirah an Nabawiyah li Ibni Ishaq juz I hal 90, Maktabah Syamilah)
Perkataan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikahi Aisyah pada usia 6 tahun dan menggaulinya pada usia 9 tahun adalah hal yang tidak ada perbedaan di kalangan ulama—karena telah diterangkan dalam banyak hadits-hadits shahih—dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menggaulinya pada tahun ke-2 setelah hijrah ke Madinah. (Al Bidayah wan Nihayah juz III hal 137)
Berdasarkan hadits-hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim serta pendapat para ahli sejarah islam, menunjukkan bahwa usia perkawinan Aisyah dengan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah 6 tahun meskipun kemudian digauli pada usianya 9 tahun. Pernikahan beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan Aisyah adalah dalam rangka menjalin kasih sayang dan menguatkan persaudaraan antara beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan ayahnya, Abu Bakar Ash Shiddiq, yang sudah berlangsung sejak masa sebelum kenabian.
Dan pernikahan Aisyah pada usia yang masih 6 tahun dan mulai digauli pada usia 9 tahun bukanlah hal yang aneh, karena bisa jadi para wanita di satu daerah berbeda batas usia balighnya dibanding dengan para wanita di daerah lainnya. Hal ini ditunjukan dengan terjadinya perbedaan di antara para ulama mengenai batas minimal usia wanita mendapatkan haidh sebagai tanda bahwa ia sudah baligh.
  1. Imam Malik, Al Laits, Ahmad, Ishaq, dan Abu Tsaur berpendapat bahwa batas usia baligh adalah tumbuhnya bulu-bulu di sekitar kemaluan, sementara kebanyakan para ulama madzhab Maliki berpendapat bahwa batasan usia haidh untuk perempuan dan laki-laki adalah 17 tahun atau 18 tahun.
  2. Abu Hanifah berpendapat bahwa usia baligh adalah 19 tahun atau 18 tahun bagi laki-laki dan 17 tahun bagi wanita.
  3. Syafi’i, Ahmad, Ibnu Wahab dan jumhur berpendapat bahwa hal itu adalah pada usia sempurna 15 tahun. Bahkan Imam Syafi’i pernah bertemu dengan seorang wanita yang sudah mendapat monopouse pada usia 21 tahun dan dia mendapat haidh pada usia persis 9 tahun dan melahirkan seorang bayi perempuan pada usia persis 10 tahun. Dan hal seperti ini terjadi lagi pada anak perempuannya. (Disarikan dari Fathul Bari juz V hal 310)
Perbedaan para imam madzhab di atas mengenai usia baligh sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan kultur di tempat mereka tinggal. Imam Abu Hanifah tinggal di Kufah, Iraq. Imam Malik tinggal di kota Rasulullah saw, Madinah. Imam Syafi’i tinggal berpindah-pindah mulai dari Madinah, Baghdad, Hijaz hingga Mesir dan ditempat terakhir inilah beliau meninggal. Sedangkan Imam Ahmad tinggal di Baghdad.
Wallahu a’lam, inilah yang kita pahami dari nash-nash tersebut, kalau pun ada yang berpendapat lain dalam hal ini tentunya tidaklah dipersalahkan sebagaimana perbedaan yang sering terjadi diantara para imam dalam suatu permasalahan fiqih, namun sikap saling menghargai dan tidak memaksakan pendapatnya tetap terjalin di antara mereka. Perbedaan pendapat di kalangan kaum Muslimin selama bukan masuk wilayah aqidah adalah rahmat dan sebagai khazanah ilmiyah yang harus disyukuri untuk kemudian bisa terus menjadi bahan kajian kaum muslimin.
Hukum Pernikahan Anak yang Belum Baligh
Adapun hukum menikahkan wanita yang belum sampai usia baligh (anak-anak) maka jumhur ulama termasuk para imam yang empat, bahkan Ibnul Mundzir menganggapnya sebagai ijma’ adalah boleh menikahkan anak wanita yang masih kecil dengan yang sekufu’ (sederajat/sepadan), berdasarkan dalil-dalil berikut :
  1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, ”Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.” (QS. Ath Thalaq : 4) Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala membatasi iddah seorang anak kecil yang belum mendapatkan haidh adalah 3 bulan seperti wanita-wanita yang monopouse. Dan tidak akan ada iddah kecuali setelah dia diceraikan. Dan ayat ini menunjukkan wanita itu menikah dan diceraikan tanpa izin darinya.
  2. Perintah menikahkan para wanita, di dalam firman-Nya, ”Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.” (QS. An Nuur : 32) Hamba-hamba sahaya perempuan ini bisa yang sudah dewasa atau yang masih kecil.
  3. Pernikahan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan Aisyah sedangkan dia masih kecil, dia mengatakan, ”Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikahiku sedangkan aku masih berusia 6 tahun dan menggauliku pada usiaku 9 tahun.” (Muttafaq Alaih). Abu Bakar lah yang menikahkannya. Begitu juga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menikahkan putri pamannya, Hamzah, dengan anak dari Abi Salamah yang kedua-duanya masih anak-anak.
  4. Dari Atsar Sahabat; Ali Radhiyallahu ‘Anh telah menikahkan putrinya Ummu Kaltsum pada saat dia masih kecil dengan Urwah bin Zubair. Urwah bin Zubair telah menikahkan putri dari saudara perempuannya dengan anak laki-laki dari saudara laki-lakinya sedangkan keduanya masih anak-anak.
Meskipun menikahi anak pada usia belum baligh diperbolehkan secara ijma’, namun demikian tetaplah memperhatikan batas usia minimal baligh kebanyakan wanita di daerah tersebut dan juga kesiapan dia baik dari aspek kesehatan maupun psikologi.
Adapun yang menjadi perbedaan pendapat di kalangan jumhur ulama atau orang-orang yang mengatakan boleh menikahkan anak-anak wanita yang masih kecil adalah pada siapa yang berhak menikahkannya :
  1. Para ulama madzhab Maliki dan Syafi’i berpendapat tidak boleh menikahkannya kecuali ayahnya atau orang-orang yang diberi wasiat untuknya atau hakim. Hal itu dikarenakan terpenuhinya rasa kasih sayang seorang ayah dan kecintaan yang sesungguhnya demi kemaslahatan anaknya. Sedangkan Hakim dan orang yang diberi wasiat oleh ayahnya adalah pada posisi seperti ayahnya karena tidak ada selain mereka yang berhak memperlakukan harta seorang anak yang masih kecil demi kemaslahatannya, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,”Anak yatim perlu dimintakan izinnya dan jika dia diam maka itulah izinnya dan jika dia menolak maka tidak boleh menikahkannya.” (HR. Imam yang lima kecuali Ibnu Majah)
  2. Para ulama madzhab Hanafi berpendapat diperbolehkan seorang ayah atau kakek atau yang lainnya dari kalangan ashabah untuk menikahkan seorang anak laki-laki atau anak perempuan yang masih kecil, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,”Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya).” (QS. An Nisa : 3)
  3. Para ulama Syafi’i berpendapat bahwa tidak diperbolehkan selain ayahnya dan kakeknya untuk menikahkan anak laki-laki atau anak perempuan yang masih kecil, berdasarkan dalil dari ad Daruquthni,”Seorang janda berhak atas dirinya daripada walinya, seorang perawan dinikahkan oleh ayahnya.” Dan juga yang diriwayatkan Imam Muslim,”Seorang perawan hendaklah diminta persetujuannya oleh ayahnya.” Sedangkan kakek pada posisi seperti ayah ketika ayahnya tidak ada karena ia memiliki hak perwalian dan ashabah seperti ayah. (Al Fiqhul islami wa Adillatuhu juz IX hal 6682 – 6685)

alasan mengapa harus masturbasi

Merdeka.com - Masturbasi merupakan rangsangan seksual yang dilakukan oleh diri sendiri untuk memperoleh kenikmatan dan kepuasan seksual. Jika Anda masih ragu apakah Anda perlu melakukannya atau tidak, maka sebaiknya Anda menyimak alasan mengapa Anda harus masturbasi seperti yang dilansir dari India Times (25/04) berikut ini.
Masturbasi itu menyehatkan
Banyak sekali manfaat kesehatan yang bisa Anda dapatkan dari masturbasi, yaitu menghilangkan insomnia, stres, cemas, nyeri haid, depresi, dan meningkatkan sistem imun tubuh. Selain itu, beberapa peneliti menyebutkan bahwa masturbasi bisa membakar kalori dalam tubuh Anda.
Masturbasi itu menyenangkan
Berfantasi membuat masturbasi semakin menyenangkan, sebab Anda bisa membayangkan artis favorit, bintang porno, orang asing, atau siapapun. Melalui masturbasi, Anda pun mungkin akan merasakan orgasme terhebat di sepanjang hidup Anda.
Masturbasi itu aman
Anda tidak perlu khawatir untuk bisa hamil atau tertular penyakit kelamin seksual, sebab masturbasi adalah aktvitas seksual yang Anda lakukan sendirian.
Masturbasi itu normal
Jangan menganggap bahwa orang yang suka masturbasi itu aneh dan tidak wajar. Sebaliknya, kegiatan ini sangat alami dan wajar serta tidak membuat Anda menjadi mandul atau kehilangan libido.
Masturbasi meningkatkan keintiman
Meskipun Anda sudah memiliki pasangan dan bercinta secara berkala, namun Anda tetap bisa bermasturbasi untuk meningkatkan keintiman Anda bersama pasangan.
Setelah menyimak berbagai alasan mengapa Anda sebaiknya masturbasi, apakah Anda masih ragu untuk melakukannya?

manfaat masturbasi bagi wanita

Merdeka.com - Setelah mengetahui alasan mengapa Anda harus masturbasi, maka di bawah ini ada beberapa manfaat khususnya bagi para wanita yang bisa Anda dapatkan jika lebih sering melakukan masturbasi. Simak daftar selengkapnya seperti yang dilansir dariYour Tango (03/05) berikut ini.
Mengenal tubuh dan pikiran
Ketika Anda melakukan masturbasi, maka Anda akan berfantasi mengenai hal-hal seksi dan berusaha merangsang diri sendiri. Anda pun akan mencari serta menemukan bagian tubuh yang paling sensitif yang Anda miliki, sehingga tubuh dan pikiran Anda bisa Anda kenal dengan lebih baik.
Menyehatkan tubuh
Sudah banyak penelitian yang menyebutkan bahwa ketika masturbasi dan mengalami orgasme, hormon di dalam tubuh akan membantu mengurangi depresi, cemas, dan kesulitan tidur atau insomnia. Selain itu, para wanita yang yang sering masturbasi akan lebih sering berkonsultasi dengan para ginekolog, sehingga kesehatan bagian intimnya lebih terkontrol.
Membuat Anda merasa seksi
Meskipun Anda belum memiliki pasangan untuk bercinta, namun dengan masturbasi Anda bisa merasakan kepuasan tanpa bantuan dari orang lain. Hal tersebut tentunya membuat Anda memiliki perasaan yang lebih seksi karena bisa memuaskan diri sendiri.
Masturbasi bersama juga menyenangkan
Bagi Anda yang memiliki pasangan, hubungan seks yang monoton bisa Anda atasi dengan melakukan masturbasi mutualisme, atau merangsang diri sendiri di depan pasangan Anda.
Setelah menyimak keempat manfaat masturbasi bagi wanita, apakah Anda masih ragu untuk melakukannya?

belajar seks dari bintang porno

Merdeka.com - Tak semua orang suka menonton video porno, namun sebenarnya ada beberapa hal yang bisa diajarkan oleh bintang film porno pada Anda mengenai beberapa cara meningkatkan kualitas seksual bersama pasangan. Apa saja pelajaran yang bisa diambil dari bintang video porno? Ini dia, seperti dilansir oleh Your Tango (30/11).
1. Mau mencoba segalanya
Jika melihat video porno, Anda pasti tahu bahwa pasangan dalam video porno tak segan mencoba berbagai hal. Mulai dari sex toys, teknik bercinta, posisi seksual, hingga teknik foreplay yang panas. Hal inilah yang jarang dilakukan oleh pasangan. Mereka terkadang masih malu untuk mencoba teknik-teknik yang tak biasa atau takut untuk mengajak, bahkan menanyakannya pada pasangan. Padahal dengan mau mencoba berbagai teknik baru, kehidupan seks akan semakin menggairahkan.
2. Berani 'bersuara'
Apa yang membuat adegan bercinta dalam video porno semakin panas? Tentu saja suara-suara yang dibuat oleh bintang film di dalamnya. Suara-suara tersebut tentu bisa terdengar sangat menggairahkan dan menambah sensasi bercinta. Hal ini, sekali lagi, jarang dilakukan oleh pasangan pada umumnya. Kebanyakan masih merasa malu untuk mengeluarkan suara-suara yang justru bisa meningkatkan suasana bercinta.
3. Tak malu menunjukkan apa yang mereka inginkan
Pasangan biasanya tak ingin banyak bicara ketika bercinta. Mereka merasa tak nyaman untuk mengarahkan pasangan atau 'menyuruh' mereka melakukan apa yang mereka inginkan. Namun bintang film porno tidka begitu. Mereka terbuka dalam mengungkapkan apa yang mereka inginkan dari pasangan. Mereka akan menunjukkan bagaimana cara memuaskan mereka. Misalkan mereka akan berkata: "lebih keras," "lebih lembut," "lebih dalam," dan perintah lainnya. Terkadang berkomunikasi dengan terbuka semacam ini juga membuat hubungan seksual semakin nikmat.
4. Eksplorasi fantasi seksual
Apa yang paling menggairahkan dari film porno? Tentu saja adegan dan skenario yang ada. Film porno tak akan menarik ketika tak ada cerita di baliknya. Misalkan tentang hubungan cinta terlarang guru dan murid, wanita yang lebih tua dengan pria muda, dan lainnya. Fantasi seksual semacam ini bisa menghidupkan gairah bercinta Anda dan pasangan. Anda bisa melakukan 'drama' dan mengambil 'peran' sebelum bercinta. Anda bahkan bisa membuat cerita Anda sendiri.
Meski banyak orang tak suka melihat bintang film porno beraksi, namun beberapa pelajaran dari bintang film porno di atas bisa dijadikan bahan pembelajaran untuk menghidupkan hubungan seksual pasangan.