klik pasti untung

Senin, 07 Maret 2011

Menelan Susu Istri


Menelan Susu Istri

Akum.wr.wb.. Saya mengirim pertanyaan ini sebelumnya, tp tidak ada respon, sementara rekan yang menanyakan hal ini ke saya selalu bertanya lagi.... Pak, ustadz.. bagaimanakah hukumnya menelan air susu istri, apakah suami akan terhitung sebagai sepersusuan dengan anaknya sehingga tidak lagi boleh berhubungan badan dg istri...??
Mohon penjelasannya.
Terimakasih
Alam.wr.wb
Ihkwan
Jakarta
2004-09-09 10:08:58

Jawaban:
Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba�d.
Suami yang menyusu kepada isterinya tidak berdosa dan tidak perlu melakukan kafarat atas perbuatannya tersebut. Bahkan hal tersebut merupakan salah satu bentuk istimta` yang diperbolehkan dalam agama. Dalam Al-Qur`an Alloh SWT berfirman:
Isteri-isterimu adalah tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. `(QS. Al-Baqoroh 223)
Sedangkan bila air susunya tertelan, itu pun tidak menjadi permasalahan dan tidak mengakibatkan terjadinya kemahraman karena susuannya itu. Para ulama sudah mejelaskan apa saja syarat penyusuan yang bisa berdampak pada kemahraman seseorang dengan saudara susuannya. Yang paling penting adalah batasan usia yang menyusu. Yaitu dalam masa waktu dua tahun. Dua tahun adalah masa intensigf untuk seorang bayi menyusu.
Dari Ibni Abbas ra. Berkata,”Penyusuan itu tidak berlaku kecuali dalam usia dua tahun” (HR. Ad-Daruquthuny).
Rasulullah SAW bersabda,”Penyusuan itu tidak berlaku kecuali apa yang bisa menguatkan tulang menumbuhkan daging”. (HR. Abu Daud).
Dari Ummi Salamah ra. Berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Penyusuan itu tidak menyebabakan kemahraman kecuali bila menjadi makanan dan sebelum masa penyapihan”. (HR. At-Tirmizi).
Hadits terakhir menjelaskan bahwa bila telah lewat masa penyapihan seorang bayi lalu dia menyusu lagi, maka bila dia menyusu lagi tidak berdampak pada kemahramannya. Namun dalam hal ini para fuqoha berbeda pendapat :
1. Al-Malikiyah berpendapat bahwa hal itu tidak menyebabkan kemahraman dengan bayi yang menyusu pada wanita yang sama. Karena kedudukan air susu itu baginya seperti minum air biasa.
Dengan demiian maka bila seorang suami menyusu pada istrinya, jelas tidak mengakibatkannya menjadi saudara sesusuan karena seorang suami bukanlah bayi dan telah tidak menyusu sejak lama. Suami itu sudah melewati usia dua tahunnya, sehingga ketika dia menyusu kepada seorang wanita lain termasuk istrinya, tidak berpengaruh apa-apa.
2. Namun sebagian ulama mengatakan bila seorang bayi sudah berhenti menyusu, lalu suatu hari dia menyusu lagi kepada seseorang, maka hal itu masih bisa menyebabkan kemahramannya kepada saudara sesusuannya. Diantara mereka adalah Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi`iyyah. Termasuk pandangan ibunda mukimin Aisyah ra.
Pendapat mereka itu didasarkan pada keumuman hadits Rasulullah SAW :
“Sesungguhnya penyusuan itu karena lapar”. (HR. bukhari, Muslim dan Ahmad).
Dan dalam kondisi yang sangat mendesak, menyusunya seseorang laki-laki kepada seorang wanita bisa dijadikan jalan keluar untuk membuatnya menjadi mahram. Hal itulah yang barangkali dijadikan dasar oleh Aisyah ra. tentang pengaruh menyusunya orang dewasa kepada seorang wanita.
Rasulullah SAW memerintahkan Sahlah binti Suhail untuk menyusui Salim maka dikerjakannya, sehingga dia berposisi menjadi anaknya”. (HR. Ahmad, Muslim, Nasai dan Ibnu Majah).
Namun menurut Ibnul Qayyim, hal seperti ini hanya bisa dibolehkan dalam kondisi darurat dimana seseorang terbentuk masalah kemahraman dengan seorang wanita. Jadi hal ini bersifat rukhshah. Hal senada dipegang oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh


Tidak ada komentar:

Posting Komentar